Mengapa Undang-Undang Desa yang disahkan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari 2014 itu terasa begitu
istimewa? Bahkan berkali-kali Kepala Desa dari beberapa daerah di
Indonesia berkumpul di Jakarta melakukan unjuk rasa menuntut agar RUU Desa
segera disahkan menjadi Undang-Undang. Apa keistimewaan Undang-undang Desa
tersebut ? Untuk mengetahui jawabannya ikuti uraian berikut ini. Setelah melalui perdebatan panjang selama 7 tahun
akhirnya sidang paripurna DPR RI, Rabu 18 Desember 2013 menyetujui rancangan Undang-Undang
Desa untuk disahkan menjadi Undang-Undang Desa. Ribuan Kepala Desa diseluruh
Indonesia menyambut dengan gegap gempita dan penuh dengan sukacita, kecuali
daerah Padang Sumatera Barat yang menolak Undang-Undang tersebut.
1. Dana Milyaran Rupiah akan masuk ke
Desa
Isu yang berkembang bahwa dengan disahkannya
Undang-Undang Desa maka tiap Desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah
pusat melalui APBN lebih kurang 1 Milyar per tahun. Ini bisa kita baca pada
pasal 72 ayat (1) mengenai sumber pendapatan desa, dalam huruf d. disebutkan
"alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang
diterima Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam ayat (4) pasal yang sama
disebutkan "Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus".
Menurut Priyo Budi Santoso wakil ketua DPRRI, UU Desa juga mengatur tentang alokasi dana dari pemerintah pusat. "Selama ini kan tidak pernah ada anggaran dari pusat. Jumlahnya sebesar 10 persen dari dana per daerah, wajib diberikan, nggak boleh dicuil sedikitpun. Kira-kira sekitar Rp700 juta untuk tiap desa per tahunnya," ujar dia.
Sementara itu Wakil Ketua Pansus RUU Desa, Budiman
Sudjatmiko, menyatakan jumlah 10 persen dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus harus diberikan ke Desa. "Sepuluh persen bukan diambil
dari dana transfer daerah," kata Budiman. Artinya, kata Budiman, dana
sekitar Rp104,6 triliun ini dibagi sekitar 72.000 desa. Sehingga total Rp1,4
miliar per tahun per desa.
"Tetapi akan disesuaikan geografis, jumlah
penduduk, jumlah kemiskinan," ujarnya.
Dana itu, kata Budiman, diajukan desa melalui Badan
Pemusyawaratan Desa (BPD) yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
BPD merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa
yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan
Pemerintah Desa. "Mereka bersidang minimal setahun sekali," ujar
Budiman.
2. Penghasilan Kepala Desa
Selain Dana Milyaran Rupiah, keistimewaan berikutnya
adalah menyangkut penghasilan tetap Kepala Desa. Menurut Pasal 66 Kepala Desa
atau yang disebut lain (Nagari) memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap
bulan. Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana
perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota ditetapkan oleh APBD.
Selain penghasilan tetap yang dimaksud, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga
memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan lainya yang sah.
3. Kewenangan Kepala Desa
Selain dua hal sebagaimana tersebut diatas, dalam UU
Desa tersebut akan ada pembagian kewenangan tambahan dari pemerintah daerah
yang merupakan kewenangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu
adanya peluang desa untuk mengatur penerimaan yang merupakan pendapatan desa
yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU Desa. Hal ini ditegaskan oleh
Bachruddin Nasori, Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa (Panja
RUU Desa).
“Jika selama ini, Kepala desa menjadi pesuruh
camat, bupati. Tapi hari ini jadi raja dan penentu sendiri, jadi Kepala Desa
yang berkuasa penuh mengatur dan membangun desanya," kata Bachruddin
Nasori.
Apakah dengan demikian Kepala Desa akan menjadi
Raja-raja kecil ?
Walaupun dengan Undang-Undang Desa ini Kepala Desa
mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur dan mengelola keuangan sendiri tetapi
seorang Kepala Desa tidak boleh menjadi Raja Kecil. Mantan Ketua Pansus
Rancangan Undang-Undang Desa DPR RI, Budiman Sujatmiko, pada acara sosialisasi
UU Desa untuk 253 kepala desa di Kabupaten Subang, Sabtu (11/1/ 2014),
menegaskan "Saudara kelak tidak boleh jadi raja-raja kecil di desa,"
ujar Budiman yang disambut aplous seluruh kepala desa yang hadir.
Dikatakan Budiman, kewenangan dan alokasi dana yang
besar yang diamanatkan UU Desa itu, tidak ada satu pasal pun yang
mengisyaratkan monopoli kebijakan Kepala Desa. Bahkan, lanjut
Budiman, Kepala Desa akan memikul tanggung jawab yang lebih besar untuk
mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan dana yang akan
dilakukannya kelak.
4. Masa Jabatan Kepala Desa bertambah
Dengan Undang-Undang Desa yang baru masa jabatan
Kepala Desa adalah 6 tahun dan dapat dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali
masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut (pasal 39).
Demikian juga dengan masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa, mereka bisa
menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan, baik secara berturut turut
maupun tidak berturut-turut. Hal Ini berbeda dengan Undang-Undang yang berlaku
sebelumnya yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimana Kepala Desa dan BPD hanya bisa
menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan.
5. Penguatan Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa.
Menurut pasal 55 UU Desa yang baru, Badan
Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:
a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa;
b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa;
dan
c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Disini ada penambahan fungsi BPD yaitu pada huruf c
yaitu melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Hal ini berbeda dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,dimana dalam pasal 209 disebutkan Badan
Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Tantangan dan Tanggung Jawab
Banyak kalangan meragukan keefektifan Undang-Undang
ini. Keraguan mereka terutama pada kekhawatiran akan pengelolaan dana yang
begitu besar. Jangan-jangan dana ini akan menjadi bancaan bagi Desa yang
menerimanya. Menanggapi hal ini Budiman Sudjatmiko mengatakan, “Bancakan dana
desa ini, bisa dihindari karena dana ada di kabupaten. Sementara penyusunan
proposal pengajuan anggaran ini, tidak berjalan sendiri. Ada pemerintah kota
dan pemerintah kabupaten yang melakukan pendampingan, termasuk penyusunan budgeting”.
Selain itu, menurut Priyo Budi Santoso, UU ini juga
diharuskan membentuk semacam DPR tingkat desa, namanya Badan Permusyawaratan
Desa. Anggotanya sekitar sembilan orang. "UU ini tidak memangkas
kewenangan Bupati atau Walikota atau Gubernur pada kepala desa," kata dia.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, meminta
masyarakat tidak khawatir dengan potensi penyimpangan dana triliunan rupiah ini
sebab setiap tahun akan dilakukan pengawasan sistem. Pemerintah, kata dia, akan
melakukan pengawasan dalam penetapan anggaran, evaluasi anggaran dan
pertanggungjawaban anggaran. Selain itu, kata dia, ada juga audit dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa semua penyelenggara anggaran itu
setiap akhir tahun.
"Kalau BPK merekomendasi ada yang bersifat
administratif, tentu harus diselesaikan secara administratif. Kalau ada temuan
yang indikasi bersifat pidana dan merugikan negara, bisa saja BPK melanjutkan
kepada aparat penegak hukum," ujarnya.
Tak hanya itu, kata Gamawan, pemerintah juga akan
segera merumuskan Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur mekanisme
pertanggungjawaban, pendistribusian uang, pengawasan dan mekanisme pencairan
dana.
Sementara, kata Gamawan, untuk pengoptimalisasian
program pemerintah ke desa, akan ada sedikit perubahan desain. Saat ini ada
beberapa kementerian dan lembaga yang langsung punya program di desa. Nantinya
semua dana-dana itu akan disatukan.
"Itu nanti yang kemudian diserahkan kepada desa.
Nanti langsung diturunkan kepada kabupaten, kemudian kabupaten yang
mendistribusikan ke desa berdasarkan kriteria yang sudah kita tetapkan,"
ujar Gamawan. Kriteria itu, kata Gamawan, misalnya berdasarkan luas wilayah,
jumlah penduduk, letak kesulitan geografis, tingkat kemiskinan dan beberapa
variabel lainnya.
Dana itu, kata Gamawan, akan diambil pada APBN 2015.
Sebab, dana APBN 2014 ini sudah disahkan peruntukannya. "Kami sepakat
segera (didistribusikan), makanya kami segera bentuk tim. Setelah selesai PP,
nanti alokasi daerah bisa saja tahun pertama 75 persen dan tahun kedua 25
persen. Karena kami sudah komitmen," ujarnya.
Sementara menunggu APBN 2015, dana untuk desa ini
diambil dari Alokasi Dana Daerah. "ADD tetap berjalan. Program yang sudah
diputuskan 2014 itu tetap jalan," katanya.
Sementara di kantornya, Rabu 18 Desember 2013 pagi
sebelum RUU disahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta seluruh
otoritas terkait khususnya di tingkat wali kota dan bupati yang mengatur
keuangan desa, menggunakan anggaran tersebut dengan baik. "Hari ini secara
khusus saya meminta perhatian kabupaten dan kota, para bupati dan para wali
kota, tentunya para gubernur untuk memastikan bahwa anggaran itu betul-betul
disalurkan dan juga digunakan dengan baik," ujarnya.
Kepala Desa Harus belajar Pembukuan / Accounting
Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa
(Panja RUU Desa) Bachruddin Nasori menyatakan dengan ditetapkannya RUU Desa
menjadi UU, maka Kepala Desa harus belajar pembukuan (accounting). Sebab,
dengan UU Desa yang baru disahkan hari ini oleh DPR RI, dana sebesar 10 persen
dari APBN akan masuk langsung ke desa.
"Dengan disahkan UU Desa, Kepala Desa harus
belajar accounting karena kepala desa nanti akan menjadi pejabat pembuat
komitmen. Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena ketidakmengertiannya
dalam mengelola keuangan," kata Bachruddin usai rapat paripurna pengesahan
RUU Desa di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
"Selama ini tidak pernah terpikirkan adalah APBN
tidak pernah masuk desa. Selama ini kementerian-kementerian menjadikan desa
sebagai objek dari proyek yang hasilnya diambil pusat," kata Bendahara
Umum PKB itu.
Alokasi dana ini diharapkan dapat mengakselerasi
pembangunan di tingkat desa. Sebelum-sebelumnya, alokasi dana dari APBN belum
menyentuh sampai ke tingkat desa.
Disamping itu, dengan UU Desa ini, nantinya kepala
desa dapat mengambil kebijakan—secara mandiri—dalam mengelola potensi dan
pembangunan desanya, tanpa didikte oleh kepala daerah atau pemerintah pusat
seperti yang berlangsung selama ini.
Namun demikian, menurut Bacharuddin, dana sebesar itu
(Rp 1 Miliar/tahun) mesti ada pertanggungjawabannya secara administratif. Oleh
sebab itu setiap kepala desa wajib menguasai akuntansi atau minimal pembukuan,
agar pemakaian dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
Jika dari sisi data akuntansi tidak valid
dikhawatirkan akan banyak kepala desa yang tersandung kasus korupsi.
“Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena
ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan,” imbuh Bachruddin.
Melihat banyaknya pejabat kepala daerah yang terjerat
kasus korupsi, bukan tak mungkin jika ladang korupsi itu akan pindah ke
Kantor-Kantor Kepala Desa, setelah diberlakukannya UU Desa yang baru ini
nantinya.
Oleh sebab itu, pihaknya menghimbau agar para Kepala
Desa beserta perangkatnya mulai sekarang belajar Accounting.
Kepala BPK RI Perwakilan Jawa Barat, Kornel Syarif
Prawiradiningrat, mengingatkan agar para kepala desa yang akan segera
mendapatkan dan miliaran itu bersikap ektra hati-hati.
"Jangan sampai setelah menerima duit miliaran
rupiah lalu beberapa bulan kemudian berurusan dengan penegak hulum," ujar
Kornel. Ia mencontohkan, era otonomi daerah gara-gara salah urus soal keuangan
telah menyeret 525 bupati dan walikota berurusan dengan hukum.
Lalu, ia memberikan solusi jitu agar para kepala desa
lepas dari jeratan hukum. "Buat pembukuan yang baik, akuntabel dan
transfaran," Kornel menjelaskan.
Pembukuan yang baik yakni mencatat semua penerimaan
dan pengeluaran dengan detil. Misalnya, setiap pembelian barang harus ada
kuitansinya, barang yang dibeli harus sesuai peruntukannya.
"Tidak boleh ada yang disembunyikan dan
dimainkan, semua bukti-bukti dicatat secara benar dan lengkap," jelas
Kornel.
Penutup
Dari sekian banyak Undang-Undang yang mengatur tentang
Desa sejak Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 memang Undang-Undang Desa Nomor 6
Tahun 2014 adalah yang terbaik. Desa sebagai ujung tombak pemerintahan terbawah
memiliki otonomi dalam mengatur pembangunan untuk mensejahterakan rakyatnya.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya harus diawasi agar tidak terjadi penyimpangan
dan penyalahgunaan wewenang. Badan Permusyawaratan Desa sebagai unsur
pemerintahan Desa harus bisa menjalankan tugas dan fungsinya sesuai amanat
Undang-Undang agar Kepala Desa tidak terjebak dalam jeratan hokum. Masyarakat
Desa diharapkan juga ikut mengawasi dan mengambil peran aktif melalui
musyawarah desa agar pelaksanaan pembangunan bisa benar-benar efektif dan tepat
sasaran serta dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Baccarat | Best Online Casino for Real Money or Bitcoin
BalasHapusBaccarat is a game 바카라사이트 of luck and luck in choegocasino which the object is to win, the 인카지노 banker has to pick winners by placing a bet on the same hand, to ensure
Lucky Club Casino site – Find out more about the slots, live casino, table games, live
BalasHapusLucky Club Casino is a casino of choice for UK players looking for the best place to play and luckyclub.live live dealer slots from